Senin, 25 April 2016

Mind Mapping Konsepsi Ilmu Budaya Dasar dalam Kesusastraan


TUGAS TOKOH PAKAR BUDAYA NASIONAL & INTERNASIONAL



TUGAS TOKOH PAKAR BUDAYA NASIONAL & INTERNASIONAL

1.     Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun[1]; selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.[2]
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)[3].

Masa muda dan awal karier


Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Kadipaten Pakualaman, putra dari GPH Soerjaningrat, dan cucu dari Pakualam III. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.

Aktivitas pergerakan

Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.
Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.

Dalam pengasingan

Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).
Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Pengabdian pada masa Indonesia merdeka

Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959).

2.     Soekmono

Drs. R. Soekmono (lahir di Ketanggungan, kabupaten Brebes, 14 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 9 Juli 1997 pada umur 74 tahun)[1] adalah salah satu arkeolog dari Indonesia dan pernah memimpin proyek pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1971-1983.[2]
Bersama-sama dengan Satyawati Suleiman, Soekmono termasuk dalam arkeolog pertama bangsa Indonesia yang berhasil menyelesaikan gelar sarjananya pada tahun 1953 dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pak Soek, biasa dipanggil oleh rekan, bawahan, dan mahasiswanya. Bersama-sama dengan Satyawati Suleiman, Soejono, Boechari, Uka Tjandrasasmita, Basoeki dan arkeolog Belanda pada tahun 1954 melakukan ekspedisi ke Sumatera. Dari ekspedisinya itu, ia berpendapat bahwa pada masa Sriwijaya garis pantai Sumatera bagian timur terletak di daerah pedalaman. Di Jambi terdapat sebuah teluk, sedangkan kota Palembang terletak di ujung sebuah semenanjung. Pendapatnya ini terus dipertahankan hingga akhir hayatnya.
Soekmono merupakan orang Indonesia pertama yang lulus sebagai doktorandus dalam bidang studi arkeologi. Setelah lulus tahun 1953, pada tahun itu juga ia diangkat sebagai Kepala Dinas Purbakala Republik Indonesia, suatu kedudukan yang sebelum itu dijabat oleh orang-orang Belanda. Jabatan ini terus dipangkunya hingga tahun 1973. Pada tahun 1970 ia dipercaya pemerintah untuk memimpin Proyek Pemugaran Candi Borobudur, sebuah proyek besar yang didanai oleh pemerintah RI dan UNESCO.
Ditengah-tengah kesibukannya memimpin suatu proyek besar, pada tahun 1974 ia sempat menyelesaikan disertasinya yang berjudul "Candi, Fungsi dan Pengertiannya" di Universitas Indonesia. Pada bidang studi inilah keahlian dan pengalamannya dapat diuji, terutama pengetahuannya mengenai candi-candi di Indonesia. Pengalamannya pada Proyek Pemugaran Candi Borobudur menjadikannya seorang ahli mengenai bangunan candi yang sedang ditanganinya. Di dunia internasional pengetahuannya mengenai konservasi bangunan monumental banyak dipakai. Beberapa jabatan yang berkaitan dengan masalah-masalah konservasi banyak disandangnya.
Kesibukannya sebagai “praktisi arkeologi” tidak menjadikannya lupa akan dunia akademis. Pengetahuannya yang luas mengenai Sejarah Kebudayaan Indonesia, diamalkannya di ruang kuliah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Batusangkar sebagai Dosen Luar Biasa (1953-1978). Pada tahun 1978 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Kemudian pada tahun 1986-1987 sebagai Guru Besar tamu di Rijksuniversiteit te Leiden, Belanda.

Hasil karya

  • New light on some Borobudur problems, (1969)
  • Ancient Indonesian art of the central and eastern Javanese periods, (1971)
  • Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 1, (1973)
  • Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 2, (1973)
  • Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 3, (1973)
  • Chandi Borobudur: a monument of mankind, (1976)
  • Chandi Gumpung of Muara Jambi: a platform in stead [sic] of a conventional chandi, (1987)
  • Rekonstruksi sejarah Malayu kuno sesuai tuntutan arkeologi, (1992)
  • The Javanese Candi: function and meaning, (1995)

Rujukan

·  ^ Swantoro, P. (2002). Dari buku ke buku, sambung menyambung menjadi satu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 979-9023-68-8.
·  ^ UNESCO (2005). The restoration of Borobudur. UNESCO. ISBN 92-3-103940-7.






Konsepsi Ilmu Budaya Dasar





Konsepsi Ilmu Budaya Dasar
 
 








Nama Anggota Kelompok :    -    Andre Nandika (50415714)
-    Dwi Nugroho (52415048)
-    Nova Eryanto Aji (55415097)
-    Raafi Hepriyandi Putra (55415483)





Ilmu Budaya Dasar
Konsepsi Ilmu Budaya Dasar
1. Pendekatan Kesusastraan
IBD, yang semula dinamakan Basic Humanities, berasal dari bahasa Inggris the humanities. Istilah ini berasal dari bahasa latin Humanus, yang berarti manusiawi, berbudaya, dan halus. Dengan mempelajari the humanities orang akan menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Jadi the humanities berkaitan dengan masalah nilai, yaitu nilai kita sebagai homo humanus.
Untuk menjadi homo humanus, manusia harus mempelajari ilmu, yaitu the humanities, disamping tanggung jawabnya yang lain. Apa yang dimasukkan kedalam the humanities masih dapat diperdebatkan, dan kadang-kadang disesuaikan dengan keadaan dan waktu. Pada umunmya the humanities mencakup filsafat, teologi, seni dan cabang-cabangnya tennasuk sastra, sejarah, cerita rakyat, clan. sebaginya. Pada pokoknya semua mempelajari masalah manusia dan budaya. Karena itu ada yang menterjemahkan the humanities menjadi ilmu-ilmu kemanusiaan, ada juga yang menterjemahkan menjadi pengetahuan budaya.
Karena seni adalah ekspresi yang sifatnya tidak normatif, seni lebih mudah berkomunikasi. Karena tidak normatif, nilai-nilai yang disampaikannya lebih fleksibel, baik isinya maupun cara penyampaiannya.
Hampir disetiap jaman, sastra mempunyai peranan yang lebih penting. Alasan pertama, karena sastra mempergunakan bahasa. Sementara itu, bahasa mempunyai kemampuan untuk menampung hampir semua pemyataan kegiatan manusia. Dalam usahanya untuk memahami dirinya sendiri, yang kemudian melahirkan filsafat, manusia mempergunakan bahasa. Dalam usahanya untuk memahami alam semesta, yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan, manusia mempergunakan bahasa. Dalam usahanya untuk mengatur hubungan antara sesamanya yang kemudian melahirkan ilmu-ilmu sosial, manusia mempergunakan bahasa. Dengan demikian, manusia dan bahasa pada haketnya adalah satu. Kenyataan inilah mempermudah sastra untuk berkomunikasi.
Sastra juga lebih mudah berkomunikasi, karena pada hakekatnya karya sastra adalah penjabaran abstraksi. Sementara itu filsafat, yang juga mempergunakan bahasa, adalah abstraksi. Cinta kasih, kebahagian, kebebasan, dan lainnya yang digarap oleh filsafat adalah abstrak. Sifat abstrak inilah yang menyebabkan filsafat kurang berkomunikasi.
Karena seni memegang peranan penting, maka seniman sebagai pencipta karya seni juga penting, meskipun yang lebih penting adalah karyanya. Seniman adalah media penyampai nilai-nilai kemanusiaan. Kepekaannya menyebabkan dia mampu menangkap hal yang lepas dart pengamatan orang lain.
IBD adalah salah satu mata kuliah yang diberikan dalam satu semester, sebagai bagian dart MKDU. IBD tidak dimaksudkan untuk mendidik ahti-ahli dalam salah satu bidang keahlian yang tennasuk didalam pengetahuan budaya ( The Humanities ), Akan tetapi IBD semata-mata sebagai salah satu usaha mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nilai budaya. Pada waktu menggunakan karya sastra, misalnya. Mahasiswa tidak perlu mengetahui sejarah sastra, teori sastra, kritik sastra, dan sebaginya. Memang seperti cabang-cabang the humanities lainnya, dalam Ilmu Budaya Dasar sastra tidak diajatkan sebagai salah satu disiplin ilmu. Sastra disini digunakan sebagai alat untuk membahas masalah-masalah kemanusiaan yang dapat membantu mahasiswa untuk menjadi lebih humanus. Demikian juga filsafat, musik, seni rupa, dan sebagainya.
Orientasi the Humanities adalah ilmu : dengan mempelajari satu atau sebagian dart disiplin ilmu yang tercakup dalam the humanities, mahasiswa diharapkan dapat menjadi homo humanus yang lebih baik.
2. Ilmu Daya Dasar yang Dihubungkan dengan Prosa
Prosa adalah cerita rekaan dan diartikan sebagai bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai pameran,lakuan,peristiwa dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi. Dalam kesusastraan kita mengenal jenis prosa lama dan prosa baru.
Prosa lama meliputi :
  • Dongeng: Cerita yang tidak benar-benar terjadi.
  • Hikayat: Cerita yang sulit diterima akal,merupakan cerita rekaan, namun memiliki Pesan dan amanat bagi pembacanya.
  • Sejarah: Kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal-usul.
Prosa baru Meliputi :
  • Kisah: Satuan naratif yang seringkali dibedakan dari cerita.
  • Cerpen: Suatu bentuk prosa naratif fiktif, cenderung padat dan langsung pada tujuannya,
  • Novel: Karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya berbentuk cerita.
  • Biografi: Kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang.
  • Otobiografi: Biografi yang ditulis oleh subyeknya.
3. Nilai-nilai dalam Prosa Fisik
Prosa fiksi dalah prosa yang mempunyai nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra, nilai-nilai prosa fiksi antara lain:
  • Memberikan wawasan
  • Memberikan inforrmasi
  • Memberikan kesenangan
  • Memberikan warisan budaya


4. Ilmu Budaya Dasar yang Dihubungkan Dengan Puisi
Puisi adalah ekspresi pengalaman jiwa penyair mengenal kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa yang artistic/esthetic, yang secara padu dan utuh dipadatkan kata – katanya.
Kreativitas penyair dalam membangun puisinya dengan menggunakan :
  • Figura bahasa
  • Kata – kata yang bermakna ganda.
  • Kata – kata berjiwa.
  • Kata – kata yang sudah diberi nilai-nilai,rasa,dan asosiasi-asosiasi tertentu.
alasan – alasan yang mendasari penyajian puisi pada perkuliahan IBD adalah sebagai berikut :
  • Hubungan puisi deengan pengalaman hidup manusia.
  • Puisi dan keinsyafan/kesadaran individual.
  • Puisi dan keinsyafan social